Jumat, 28 Desember 2012

Air Bersih Itu Masih Sulit


          Tidak semua orang beruntung mendapatkan air bersih dengan mudah. Ada sebagian saudara kita yang merasakan sulitnya mendapatkan air bersih. Sebagai contoh, penduduk yang tinggal jauh di pedalaman Lampung. Mereka harus berjuang dan bersusah payah untuk mendapatkan air untuk mencuci, mandi, dan memasak atau pun untuk minum.

Desa Karya Maju
Salah satu desa yang merasakan hal ini adalah Desa Karya Maju. Desa ini secara administratif terletak pada Kecamatan Rebang Tangkas, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Dan secara geografis, desa yang merupakan penghasil kopi ini terletak di pegunungan bukit barisan. Karenanya, kondisi alam di daerah ini berbukit-bukit dengan jalan yang menanjak dan menurun, serta jurang-jurang yang terjal.
Jalan Berbatu
Di desa ini, penduduk harus berjalan menuruni bukit dengan jalan bebatuan yang licin untuk mendapatkan air di sungai yang mengalir melintasi desa mereka. Sungai inilah yang menjadi urat nadi kehidupan mereka.

Sumur yang keruh
Sebenarnya ada beberapa penduduk yang mencoba membuat sumur untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Namun sayang, air yang keluar dari sumur tersebut sangat kotor dan keruh, seperti air comberan. Hal ini karena tanah di tempat tersebut sangat rapuh sehingga sumur galian sering ambrol. Karena itu, sumur tidak bisa dibuat lebih dalam sehingga airnya bercampur dengan rembesan dan aliran air hujan dari atas permukaan tanah.
Sumur Keruh
Dengan kondisi yang keruh tersebut, kebanyakan warga tidak menggunakan air sumur ini. Warga yang tidak mau menggunakan air sumur ini beralih menggunakan air sungai yang lebih jernih. Walaupun begitu, tetap ada warga yang menggunakan air sumur ini untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya adalah keluarga Madin (55), mereka tetap menggunakan air sumur dengan alasan lebih dekat dari rumah, tidak usah turun bukit mencari air di sungai. Menurutnya, khusus untuk memasak atau minum, air yang keruh ini harus didiamkan dulu beberapa malam agar kotorannya mengendap, baru siap dikonsumsi. Namun keluarga Madin ini terkadang juga masih ke sungai untuk mengambil air terutama untuk masak, walaupun tidak sesering penduduk yang lain.

Kali Sungsang
Sungai yang berada di ujung timur desa Karya Maju ini menjadi tumpuan hidup sebagian besar warga desanya. Sungai yang disebut sebagai Kali Sungsang ini adalah alternatif bagi warga yang tidak mau menggunakan air sumur yang keruh. Sungai ini terletak di lembah, dengan jarak ratusan meter dari kampung penduduk. Jalur yang harus dilalui adalah jalan berbatu yang sangat licin ketika hujan, dengan kontur lereng bukit yang cukup curam.
Kali Sungsang
Setiap hari warga menggunakan air kali ini sebagai sumber kehidupan mereka. Air dari kali ini digunakan untuk minum, memasak, mencuci, dan mandi. Untuk cuci, mandi, dan buang air besar, warga melakukannya langsung di kali tersebut.
Menurut penuturan Karten (60), dirinya harus ke sungai setiap hari minimal dua kali. Pagi harinya untuk mandi sekalian mencuci pakaian, dan sore hari untuk mandi lagi. Sedangkan menurut Wasbir (30), dia rutin ke sungai untuk mandi dan mengambil air. Untuk keperluan mandi, dia mengajak serta istri dan anaknya yang masih balita untuk mandi secara bersama-sama. Warga juga menggunakan sungai tersebut untuk tempat mencuci motor, bahkan truk atau mobil bak terbuka.  
Sebenarnya, air kali sungsang ini juga tidak terlalu jernih untuk ukuran normal air. Dari pengamatan saya, air Kali Sungsang ini agak keputih-putihan, seperti tercampur kapur. Bahkan  ketika hujan, airnya juga menjadi agak keruh. Meskipun begitu, air kali ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan air sumur yang lebih kotor.

Jerigen Air
Untuk kebutuhan minum dan memasak, kebanyakan penduduk mengambil air Kali Sungsang dengan jerigen. Mereka mengisi jerigen air saat ke sungai. Setiap rumah minimal punya 10 jerigen untuk persediaan air, yang nantinya digunakan untuk berwudlu, cebok setelah buang air kecil, juga untuk masak dan minum. Khusus untuk masak dan minum, warga harus menunggu mengendapnya lumpur atau kapur yang ikut terbawa dalam jerigen, terutama jika air diambil saat musim hujan.
Jerigen stock air

Jika ditarik sebuah kesimpulan, dapat dikatakan bahwa sumber masalah dari penduduk Karya Maju adalah kelangkaan air bersih. Air sumur mereka sangat kotor, sehingga tidak layak konsumsi. Karena itu, warga lebih memilih air sungai yang lebih bersih, walaupun kadang masih bercampur lumpur atau kapur. Kondisi air yang kurang memenuhi standar kesehatan ini, dikhawatirkan mengganggun kesehatan penduduk.
Sebenarnya, andai penduduk di sana bisa mendapatkan air yang jernih dari sumur mereka, maka permasalahannya sudah terpecahkan. Mereka tidak akan lagi harus pergi ke kali Sungsang yang cukup jauh demi mencari air bersih. Selain itu, jika mereka bisa mendapatkan air yang lebih bersih lagi, tentunya standar kesehatan mereka akan meningkat.


Selengkapnya...

Jumat, 17 Februari 2012

Laporan Perjalanan Rombongan Wisuda Imalita 2011


Pra-acara
            Hunting bus untuk rombongan wisuda sangat melelahkan. Pertama kalinya, Rahmat memberikan satu tempat yang mempunyai bis untuk di carter. Ternyata, yang dimiliki hanya bis kecil dengan kapasitas 29, 31, atau 34 dengan sewa 6,5 Juta untuk empat hari. Awalnya sih cukup untuk mengangkut rombongan, namun karena jumlah peserta meningkat, bis tidak memadai. Akhirnya, harus mencari bis besar dengan kapasitas 40 – 45 orang. FYI: bis kapasitas 45 dengan yang 60 orang harganya mayoritas sama, namun stocknya lebih banyak yang kapasitas 60, sehingga seringkali bis isi 45 lebih mahal. (ingat: semakin sedikit barang, penawaran akan menjadi lebih tinggi harganya).
Survey telah kami lakukan ke beberapa tempat, di antaranya:
1.      Sumber Jaya-Blitar dan Tanjung Transport-Blitar, hanya punya bis cap: 34, harga 6,5 Jt.
2.      Bimario-Srengat, hanya ada bis cap: 60, harga 8,0 Jt, tapi bisnya Hino, gak nyaman.
3.      Harapan Jaya-Tulungagung, harga netto 10,4 Jt, exclude parkir dan toll.
4.      Perdana-Tulungagung harga netto 9,0 Jt stock limited, fully booked.
5.      Barokah-Kediri, harga netto 10 Jt, exclude uang tips sopir.
6.      Duta Gemilang-Nganjuk, harga netto 9 Jt, ditawar jadi 8,5 Jt, include all over.
 Akhirnya, PO yang terakhir inilah yang menjadi pilihan, karena paling murah dengan kualitas yang setara. Ingat prinsip anggaran: Ekonomis, Efisien, Efektif.

Hari Pelaksanaan
Senin, 10 Oktober 2011
Rombongan dijadwalkan berangkat dari Blitar pada hari Senin, 10 Oktober 2011 pukul 16.00. Namun saat itu ada keterlambatan yang sangat menjengkelkan. Saya sudah mewanti-wanti sopir bisnya agar datang ke tempat saya jam 3 sore. Namun baru datang jam 5 sore. Semua kekesalan sudah saya luapkan kepada kru, baik secara langsung maupun via telepon. Itupun, saat sampai di tempat saya, ada kerusakan sedikit di pintu belakang, katanya otomatisnya rusak sehingga harus diperbaiki. Hal ini membuat Jamilah sekeluarga yang mau nyegat di Jalan Kalibrantas, dan teman-teman yang menunggu di SMA 1 Blitar jengkel dan resah. (I’m so sorry).
Akhirnya rombongan berangkat dari SMA 1 Blitar Pukul 19.00 (molor 3 Jam).
            Keberangkatan diawali dengan doa bersama yang dibuka oleh Sdri. Jamilah dan dipimpin oleh bapakku. Dengan perasaan masih jengkel, rombongan pun berangkat. Tapi karena kru bisnya sangat baik dan pandai merayu, akhirnya kejengkelan ini pun luluh…. Pemberhentian pertama di jalan dekat rumah Ilul untuk ngangkut Ibu Stndari (ibuke Wildan), Ilul dan Galih sekeluarga.
Pemberhentian selanjutnya di pom bensin Nganjuk. Dari sini sudah banyak rombongan yang mulai tertidur. Sekitar jam 11 malam, rombongan berhenti di rumah makan daerah Ngawi. Di sini kami melakukan sholat Isya’, dan ngopi-ngopi bagi yang mau. Setelah puas, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Setangah jam dari rulah makan, bis berhenti di tangah hutan. Ternyata, kru bis menaikkan kurungan burung (titipan orang).
Selasa,  
Pagi hari, sekitar jam 5 pagi rombongan berhenti di rumah makan daerah Kendal, Jawa Tengah. Di sini kami melakukan sholat Subuh dan sarapan. Rombongan kembali berangkat jam 6 pagi. Dalam rute kali iini, kami disuguhi pemndangan pegunungan nan eksotis jalur Pantura. Di tengah perjalanan, kru bis menawarkan apakah rombongan menghendaki mandi atau tidak. Kalau iya, akan mampir di rumah makan dengan kamar madi yang banyak. Ternyata pada gak mau. Akhirnya, sekitar jam 9 bis berhenti di sebuah pom bensin. Di situ, ada yang ke toilet (banyak banget), dan yang lain turun membuka bekal. Walhasil, di pom in ibis ngetem hampir sejam.
Siang harinya, ternyata masih ngetem lagi dengan waktu yang lebih lama di rumah makan daerah Indramayu, Jawa Barat. Di sini sekitar jam 12an, sekalian sholat Dzuhur dan makan siang buat yang udah laper. Malah banyak yang mandi, jadi berhentinya lama. Di rumah makan ini, kru bis memeriksa barang titipan di bagasi bis yang berupa ikan hias. Kata mereka, banyak yang klenger gara-gara kekurangan oksigen. Mereka berusaha mengatasi kondisi ini, tapi tampaknya kesulitan. Akhirnya, masalah merka beres setelah mendapat bantuan dari tenaga ahli perikanan, yang tidak lain adalah Bapak Ali, bapak dari sdr. Ilul.
Dengan seringnya berhenti lama, rombongan baru sampai di Bintaro jam 4 sore. Dalam perjalanan ke Bintaro, Mila sekeluarga turun di tol Grandwisata Cibubur. Setelah semua rombongan turun dari bis, bis parkir di lapangan F Kampus STAN.

Rabu, 12 Oktober 2011
            Rombongan berangkat pukul 5.30 dari depan Kampus STAN.*Dari kampus, ternyata hanya bis rombongan kami yang berangkat ke tempat wisuda. Bis rombongan wisuda yang lain tidak parkir di kampus, nggak seperti tahun-tahun sebelumnya. Pagi ini kami mendapat tambahan penumpang yang khusus PP JCC-Kampus. Kita harus berterim kasih kepada Sdr. Farhan, yang telah berhasil mencari tambahan penumpang untuk bis kita. Pagi itu jalanan belum macet, sehingga belum sampai jam 7 kami sudah sampai di JCC, halaman belakang. Kami terpaksa turun di sini karena jika turun di parkiran, akan menunggu lama sebab kemacetan mob il yang parah.
            Dari acara wisuda, kami berangkat pulang ke Bintaro sekitar jam setengah 3. Saat itu, saya berniat melewatkan bis ke Veteran dengan tujuan agar langsung lewat depan BP, sehingga bisa menurunkan rombongan yang menginap di Hotel BP. Namun sayang, ternyata bis terlalu tinggi untuk melintas di bawah rel kereta api, sehingga harus putar balik lewat jalan tol. Akhirnya jam 16.30 baru sampai di kampus.  
Kamis, 13 Oktober 2011
            Hari ini kami akan melakukan wisata ke Monumen Nasional (Monas) dan Istiqlal. Yah, mumpung lagi di Jakarta, kami harus mengajak orang-orang kampong biar pada tahu monas dan Istiqlal, yang menjadi ikon Jakarta. Kami berangkat dari kampus jam 9 pagi, molor satu jam dari jadwal. Tapi ya maklum lah.
            Kami berwisata di Monas sampai dengan jam 1 siang, baru kemudian ke istiqlal. Kami berangkat pulang sekitar jam 2 siang. Saat itu kru bis menwarkan untuk shopping di ITC Cempaka Mas, tapi tidak ada yang mau, mungkin karena sudah kecapekan jalan-jalan. Akhirnya bis langsung masuk ke tol dan berangkat pulang. Untuk mengganti shopping di ITC Cempaka Mas, kami diberhentikan di pusat oleh-oleh di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Di sini ada dodol, peuyeum, dll. Sepertinya banyak yang beli di sini.
Dari tempat shopping ini, bis kembali berangkat sekitar jam setengah 6. Belum lama berjalan, di pertigaan ada beberapa remaja yang menjajakan oleh-oleh dodol, korma, dll. Mereka mengatakan bahwa harga lebih murah kerena asli dari produsen dengan kualitas yang sama dengan yang di toko. Ternyata, banyak pula yang terbujuk, sehingga pada beli. Setelah penjaja itu turun, beberapa ada yang membuka dan jengkel, karena merasa diapusi. Hahaha, maklumlah ibu-ibu. Yo wis pancen rejekine sing bakul….
Selama perjalanan pulang, kami berhenti di RM derah Pekalongan (sholat Maghrib ta’khir dan Isya’), kemudian di Pom Bensin Boyolali (sholat Subuh), dan terakhir rumah makan Nuruh Huda, Sragen (sarapan). Kami sampai di Blitar sekitar jam 1 siang dengan keadaan selamat.
Alhamdulillah, sungguh perjalanan yang menyenangkan. Bisa berkumpul semua, saling berkenalan, membagi kebahagiaan bersama keluarga tercinta. Sungguh kebersamaan yang indah. Belum tentu kita akan merasakan perjalanan seperti ini di lain hari.  
           
Laporan Penggunaan Dana
Total Pemasukan


9,310,000





Pengeluaran



1
Biaya Carter Bis

8,500,000

2
Biaya Penyesuaian Tarif Tol
100,000

3
Konsumsi Crew Bis:




Air mineral berangkat
7,500



makan malam tgl 12 Okt
32,000



Snack
10,000



Sarapan tgl 13 Okt
12,000



Aqua tgl 13 Okt
8,000



Rokok
22,000
91,500

4
Iuran kebersihan satpam

100,000

5
Konsumsi sebelum wisuda
379,000

6
Air mineral 2 Dus

36,000

7
Print-print dan FCP

8,000

8
Pulsa komunikasi

22,000

9
Transport (bensin)

10,000


ToTal


9,246,500

Sisa


63,500

Distribusi Sisa:


1
Makan-makan dari Wisata di Prigi
51,000

2
Amal Jariyah ke Masjid

12,500
63,500

SalDo Akhir



0

Selengkapnya...

Berwisata ke Pantai Prigi dan Guo Lowo

Rencana jalan-jalan ini sudah digagas sejak dua hari sebelum hari H, tanggal 3 Januari 2011. Saat itu, beberapa personel dari imalita sedang silaturahim di rumah Mbah Din, Talun, usai takziyah meninggalnya ibu Saudara kita Zaki Nam. Semoga Alloh memberikan rahmat dan maghfiroh kepada beliau.
Akhirnya, pada hari Kamis, 5 Januari 2012 kami berangkat menjalankan rencana. Dari Blitar berangkat sekitar pukul 11.00, setelah muter-muter menjemput rekan-rekan raja dan ratu Imalita. Rahmat Gumawang, sebagai yang empunya mobil sekaligus yang nyopir berangkat dari villanya di Bendosari Village bersama dengan Desinta. Aku nunggu di pertigaan X-Kol. Habis itu njemput Mila, di tempat biasa. Ya di avenue utara rumahnya. Setelah Mila terangkut, giliran Enny, di Tanggung. Kemudian jemput Adit di Sananwetan. Waduh, pokoknya muter-muter deh. Setelah selesai menaikkan penumpang di wilayah kota Blitar, mobil pun meluncur ke selatan, keluar kota. Di daerah Plosoarang utara Kali Brantas, masih ada Farhan yang akan naik. Di tempat naiknya Farhan ini, kira-kira  jam 11.00.
Dari tempat farhan, kami langsung menuju ke obyek. Kami harus melewati Kabupaten Tulungagung sebelum bisa sampai di Trenggalek, tempat obyek yang akan kami kunjungi. Di perjalanan, sempat beberapa kali hujan dengan intensitas cukup deras. Kami sempat menggerutu, namun kembali ber-possitive thinking. Biasa lah, kata Jamilah anak-anak angkatan kami tuh jadi semakin bijak setelah mendapat tempaan dalam ketidakpastian selam 3 bulan berjalan ini. Huffh…
Jam 12.05, kami sudah memasuki jalan pegunungan di daerah Tulungagung Selatan. Di derah itu, ada papan petunjuk yang menyesatkan. Akhirnya karena mobil melaju kencang, kami jadi salah jalur karena tidak bisa membaca papan petunjuk dengan jelas. Waktu itu ada jalan persimpangan. Satu naik, dan satunya turun. Tujuan Prigi seharusnya nturun, tapi kami malah naik. Setelah cari space untuk putar mobil, eh malah ketemu masjid yang besar, termasuk dalam wilayah Watulimo. Jadi kami bisa solat Dzuhur dulu. Ternyata, ada hikmahnya ya…
Usai sholat, kami lanjutkan kembali perjalanan. Dari masjid tempat kami sholat ini, masih perlu waktu sekitar 20 menit untuk sampai di pantai Prigi. Sampai di Pantai, rahmat langsung menuju pinggir pantai. Kami melewati portal masuk, ternyata tidak ada yang menjaganya. Semuanya sangat gembira dengan hal ini. Tapi sayang, ternyata kondisinya sudah berubah. Mobil tidak bisa parkir di bibir pantai. Akhirnya mobil putar dan masuk ke kawasan parkir. Di sini, ternyata ada petugasnya. Keceriaan yang tadi jadi hilang, pasalnya harus membayar Rp6.000 per orang, dan parkir mobil Rp5000. Huffh..
Pantai Prigi
Pantai Prigi menurutku cukup indah. Ombaknya cukup besar. Pantainya panjang, dengan daratan yang luas. Namun, bibir pantainya agak curam. Di bagian laut sebelum lepas pantai, ada bukit-bikit kecil yang indah, pas banget buat foto profil picture. Menurut pribadiku, pemandangan yang bagus ada di bagian barat, di lokasi perkebunan kelapa. Di sana terlihat pohon kelapa berderat rapi di pinggir pantai. Subhanallah…
Kami mencoba merasakan riak ombak pantai selatan ini. Kemudian berjalan menyusuri pantai ke arah timur, di tempat sandar kapal nelayan. Di dekat parkiran perahu, ada dua bangunan kecil seperti gardu Ronda bertuliskan alat deteksi tsunami milik Bakosurtanal, jangan diganggu. Teman-teman pada heboh dengan tulisan itu. Lalu kami berjalan ke tengah dermaga kapal ini lewat jalan yang dibuat seperti anjungan. Di sini suasananya sangat menyenangkan sekali, sampai kami menghabiskan hampir setengah jam duduk-duduk menikmati keindahan. Pastinya kami tak lupa sebuah ritual wajib, yaitu foto-foto. Tapi sayang,$20kamera adiknya Rahmat entah kenapa tidak bisa dipakai. Sedangkan kamera Imalita masih dikuasai ahmed. Jadi kami Cuma berfoto seadanya dengan kamera Hp.
Setelah puas berkeliling, saatnya shopping. Saat itu kami beli ikan tuna asap dengan harga Rp5000 per kepit, sedangkan aku juga membeli teri yang dijual Rp2.500,00 per kemasan. Kalau gurita, harganya Rp22.000,00 per Kg. Menurutku harga ikannya sangat murah, separuh harga bahkan kurang dari itu jika di bandingkan dengan harga di Blitar. Puas belanja, kami kembali ke mobil untuk melanjutkan next object.
Guwo Lowo
The next object adalah Goa lawa. Sampai di sana sekitar pukul 15.45 WIB. HTMnya sama dengan di pantai, yaitu Rp6.000,00 per kepala. Objek ini dibuka dari pukul 07.00 s.d. 17.30 WIB. Setelah sholat ashar di musholla depan objek ini, kami masuk ke tempat wisata tersebut. Pintu masuk obyek berupa jembatan gantung dengan pemandangan sungai yang menawan, sungai yang jernis dengan batu cadas yang besar-besar. Di sini, kami disambut dengan tembang Jawa “Aja Lamis” yang diaransemen Bossanova. Hmm, syahdu.  
Dekat pintu masuk, kita akan disambut dengan patung manusia bertubuh keleawar, yang bertuliskan sri ratu lowo. Selanjutnya di kanan kiri jalan juga banyak di temui patung-patung sejenis ini, dan batu-batu yang memiliki sebuah wujud tertentu, salah satunya wujud kura-kura. Untuk mencapai mulut gua, kita harus naik tangga dulu, kemudian turun dengan kondisi turunan yang tajam. Bagi yang jarang banget hiking atau minimal jogging, akan sangat ngos-ngosan. Bahkan saat itu kami dengar ada pengunjung yang mengatakan “wah, bobotku bisa berkurang 5 Kg nih”. Namun, bagi yang biasa jogging, tracknya sangat biasa dan pendek. Nggak terlalu berat pokoknya.
Kondisi dalam gua cukup indah, nggak sia-sia dengan HTM yang harus kami bayar. Ada banyak stalagtit dan stalgmit yang berukiran khas, dan ada pula yang berukirkan seperti sesuatu. Ada yang halus, ada yang seperti karang, ada yang seperti egg tray (jawa: etre endog). Kalau yang mirip sesuatu, di sana ada tulisannya. Salah satunya batu telunjuk, karena mirip dengan telunjuk. Tapi, ada satu batu yang belum dinamai, ini yang menemukan Rahmat. Katanya batu yang ia lihat mirip ANUnya. Dan memang benar, kondisinya seperti itu. Hahaha… Puas dari gua, kami beranjak pulang setelah shopping salak di sepanjang jalan keluar. Salak pondoh di sini harganya Rp3.000,00 per Kg.
Di perjalanan pulang, kami disuguhi pemandangan eksotis. Lengkungan nidji, alias kuwung alias pelangi di langit Tulungagung. Subhanalloh, hari yang indah. Setelah itu, kami mampir sholat maghrib di masjid KUA Sumbergempol. Jadi ingat dulu waktu main ke Doko, sholat Dhuhurnya juga di masjid KUA, ternyata ada yang jadian nikah, yaitu Mas Imam Sholikin dan Mbak Siska Maharani. Sekarang, siapa ya yang nanti jadian? (kita tunggu saja). Usai sholat, kami melanjutkan perjalanan lagi kemudian mampir di warung bakso solo di daerah Kademangan. Hmm… lumayan buat ngganjal perut karena sejak siang belum makan.
Selesai dinner, kami pulang. Rahmat nganter satu per satu. Urutan turunnya: Farhan, Adit, Enny, jamilah, Aku, Desinta sampai di perempatan Kawedusan, dan tentunya Rahmat ke rumahnya dan mengistirahatkan mobilnya di garasi. MATUR SUWUN banget buat RAHMAT GUMAWANG dan keluarga. Bayangin aja, udah mobilnya punya dia, terus njemput dan nganterin anak-anak satu per satu (padahal si doi pas gak ikut), habis itu GRATISan lagi. Sering-sering aja yah… Gratis Gratis… Gratis Gratis….  
Selengkapnya...

Imalita Mbolang nyang Pangi (15 Juni 2010)


Elastis, atau lebih tepatnya molor seperti karet, begitulah kebiasaan anak-anak Imalita saat sudah di kampoeng  Blitar Raya tercinta. Kebiasaan ini sangat bertentangan kebiasaan di kampus yang selalu on time saat masuk kuliah, apalagi saat ujian. Tapi ternyata, kebiasaan baik di kampus ini tidak juga di bawa ke kampung halaman, yah begitulah.
Jam  Sembilan pagi, beberapa orang yang kemarin sudah konfirmasi via SMS ke Rahmat, korlak TO 2010 sudah datang dan berkumpul di gerbang sebelah barat SMA tercinta, SMASA Blitar Jaya. Tampak di antara kumpulan orang yang bercakap-cakap saat itu beberapa wajah alumni yang baru lulus tahun 2009 ini. Mas Subhan, dengan tubuhnya yang kekar khas pemain bola, Nampak tersenyum-senyum. Manis senyumnya, bak bulu merak jantan yang memikat merak betina, tapi sayang dia bukan merak dan ini bukan kebun binatang, so gak jadi deh…  Alumnnus yang lain yaitu mbak Ika, kali ini tampil dengan pashmina yang berwana dominan hitam  tampak seperti ibu haji, begitu kata Royan, anak didik Catur Aji lulusan 2009.
Bebrapa menit kemudian, setelah cukup melakukan live chatting, squad Imalita berangkat ke tempat tujuan, yaitu pantai Pangi yang terletak di kecamatan Bakung, di daerah pegunungan kapur selatan kabupaten Blitar. Semua berboncengan. Ilul dengan adit, Zainal dengan Jamilah,… Motor mulai digas, melaju kea rah selatan melewati jalur Kademangan. Jalur yang ditempuh sama dengan jalur menuju tempat wisata pantai Tambak Rejo, hanya saja saat sudah hampir sampai, jalur ke Pangi belok kanan. Di tengah perjalanan antara SMASA  dan Kali Brantas, beberapa orang mampir membeli minuman motor, dan menyahut  Farhan yang ternyata sudah standby di pinggir jalan.  
Jalur ke selatan ini melalui trek pegunungan kapur yang menanjak menaiki bukit dan menuruni lembah-lembah yang curam. Di kiri kanan jalan kita disuguhi pemandangan yang indah. Mulai dari sawah yang berundak, ladang, kebun, ngarai, sampai pemandanagan penggembalaan sapi dan kerbau yang dilepas begitu saja, membuat heran para Imaliters. Perjalanan naik turun gunung ternyata makan waktu hampir satu jam, memakan  tenaga yang banyak dan membuat perut ini keroncongan, yang mengakibatkan badan ini agak lemas. Naik turun bukit perlu keahlian mengendarai motor agar motor tidak terhenti dan kembali menurun. Jalan berkelok-kelok yang dipagari pepohonan dan pemandangan indah melepaskan bundelan-bundelan stess dalam pikiran ini yang telah mengendap, mengkristal bebdrapa minggu karena  menjalani UAS. Semua lepas, menguap, dan menyisakan keasyikan dalam buaian hangatnya kebersamaan. Sayang, kebersamaan ini tidak lengkap karena Imaliters tingkat I tidak ada yang ikut, kecuali Qori, itupun berangkatnya tidak bersamaan dan dia hanya asyik berduaan dengan bawaannya. Tak tahulah mengapa tingkat I ini tidak mau ikut, tidak juga mereka memberi alas an yang jelas dan logis, begitu kata Rahmat yang lagi dekat dengan Ima. Kata Bu Jamilah, ketidakhadiran mereka sangat disayangkan karena sebenarnya acara seperti ini adalah sarana untuk lebih mengompakkan sesame anggota, agar saat ada even atau ada sesuatu yang urgent, sudah tercipta rasa solidaritas yang tinggi antar sesama Imaliters.
Seperempat jam sebelum jalan aspal habis, sudah terlihat laut lautan luas yang biru menghampar. Dari atas bukit terakhir yang didaki,  sudah dapat dilihat laut biru tanpa batas, yaitu samudera Hindia. Jika dilihat dari atas bukit, tampak bahwa laut yang terbentang tersebut seolah-olah melampaui tingginya bukit. Tampak dari kejauhan ombak yang bergulung-gulung sangat tinggi menghempas karang-karang di tepi pantai.
Jalan aspal berakhir setelah  turunan yang curam. Kami sempat berdebat mengenai apakah motor akan dititipkan di parkiran di samping aspal terakhir tadi atau mau dibawa sampai ke pantai. Akhirnya, kami sepakat untuk membawa motor ke pantai. Dan, inilah awl dari tantangan offroad. Jalan yang harus dilewati adalah sebuah lembah dengan tebing  berderajat 45 lebih. Di dasar lembah ada sungai air tawar yang alirannya cukup deras, sungai ini pada akhirnya bercampur dengan air laut membentuk danau muara air payau yang terletak di sebelah timur pantai Pangi. Jalanan yang dilewati sangatlah ekstrim . Jalannya berupa tanah yang agak liat, sangat licin, dan tepat di sampingnya ada jurang yang sangat dalam. Mengendara motor di sini harus ekstra hati-hati karena sangat rawan terpeleset.
Sekitar sepuluh menit menyusuri trek offroad yang begitu menantang ini, tibalah kami di pantai. Subhanllah, sungguh indah pantai ini. Namun sayang, di sana-sini banyak sampah berserakan yang membuat kecantikan pantai ini tidak bisa dinikmati sepenuhnya. Sampai di tujuan, kami segera merasakan alunan ombak yang lembut menyapu jari-jemari kaki kami. Haska, Subhan, Fafa, Kake segera menceburkan diri  ke laut dan berenang-renang seperti berang-berang saja. Yang lain hanya berbasah-basah ria, berlari-lari di tepi pantai, dan tentu saja berfoto-foto ria.
Saat itu air laut sudah mulai pasang, ombak menderu-deru, tingginya sampai dua meter lebih. Kami sempat terlena. Kami menaruh sandal di tempat yang tinggi, namun masih dekat dekat mulut pantai. Saat ombak besar menerjang, tempat menaruh sandal tersebut terhempas ombak, dan raiblah sandal kami. Untungnya, ombak tidak membawa sandal-sandal kami ke tengah laut, namun malah memasukkannya ke genangan air yang menjadi seperti rawa-rawa payau di celah-celah bukit. Kelihatannya airnya dangkal, ternyata dalam sekali setelah diceburi. Akhirnya, sandal-sandal kami bisa diselamatkan semuanya dengan perjuangan super hero Subhan.
Setelah puas menikmati ombak dan berfoto-foto, kami membersihkan diri. Kamar mandi dengan air tawar ada di sebelah barat, di bawah tebing-tebing karang yang indah menjulang. Di sana, kami membersihkan tubuh dari asinnya air laut. Makan sn`ck adalah sebuah kewajiban dalam setiap even yang diadakan oleh Imalita. Ya jelas lah, ini kan salah satu poin yang paling ditunggu oleh Imaliters, yang juga sekaligus untuk mengakrabkan antara satu anggota dengan yang lainnya.
Puas ngobrol sambil menghahabiskan snack, kami bergegas pulang . Tidak lupa membayar parkir, di sana harga tiket parkir Rp2.000,00. Trek offroad dimulai kembali, bebrapa orang sempat gagal mendaki  tanjakan pertama. Ini karena tanjakan nya sangat tajam, lebih dari 45 derajat dan jalannya berbatu, sangat licin. Jika berboncengan, turunkan boncengannya agar bisa melewati trek ini dengan selamat. Perjalanan pulang lebih ringan dari pada perjalanan ke pantai. Pasalnya, lebih banyak turunan dari pada  tanjakan. Namun harus hati-hati, jangan sampai kecepatan terlalu tinggi karena bisa terlepas dari lintasan. 
Di tengah perjalanan, Karena waktu Dhuhur sudah sangat terbatas, kami mampir di masjid Tuliskriyo untuk sholat dan beristirahat sejenak. Tapi, ada suatu kabar yang memicu solidaritas Imaliters. Aditya Akhmadi, Imaliters dari Sananwetan mendapat kabar dari pak Yosep, dosen pajaknya, yang menyatakan bahwa Senin , 22 Maret 2010 dia harus sudah sampai di Jakarta untuk mengikuti remedial mata kuliah Perpajakan II. Semangat Kawan, kami mendukungmu!
Perjalanan dimulai kembali walau Adit kini tidak bisa mengikuti next destination, yang juga the last destionation, yaitu bakso gangsar selatan terminal. Sembari mengintip pagar KPP yang mungkin menjadi tempat kerja kami nanti, kami menikmati hidangan bakso dan es degan yang sangat lezat dan tambah lezat lagi karena gratisan. Susana hangatnya kebersamaan tercipta di tengah keasyikan ini. Emang, suasana dalam dunia Imaliters akan cepat cair saat makan-makan. Dasar kemalan badhokan, he.. Makan- makan ini adalah acara penutup dari kegiatan Imalita goes to pangi. Harapannya, kebersamaan ini akan tetap terpelihara sampai kapan pun juga, terutama saat sudah menjadi pejabat nanti. (Z@1N4L) 
Selengkapnya...

IMALITA Goes to DOKO

Senin, 29 Maret 2009, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Imalita mengadakan tour ke Kec. Doko. Jam Sembilan pagi, perjalanan menuju daerah sejuk di sisi timur laut Blitar itu dimulai. Lagi-lagi SMA 1 blitar menjadi tempat berkumpul bagi kami sebelum memulai perjalanan. Empat orang berangkat dari Smasa, kemudian mampir sebentar ke Dinas Pendidikan Blitar yang ada di Pojok, Garum. Sebenarnya lokasi diknas tersebut tidak jauh dari kediaman salah seorang Imaliters yang berjuluk Ima, tapi sayang dia tidak mengikuti acara tour kali ini. Saat ditanya, jawabannya seribu satu macam alas an. Tapi yang jelas, pasti ini karena soulmatenya tidak bisa ikut kali ini, krena sedang mengikuti olimpiade PTK. Siapa Dia? Siapa lagi kalau bukan xxxxx. Pasti tahu jawabannya.
Dalam tour kali ini, kami menyewa guide, the only one guide yang telah berpengalaman dan telah menyusuri seluk beluk Doko city. Dia menunggu di dekat Masjid Raya Wlingi. Setelah bertemu di jalan, kami meneruskan perjalanan. Namun, perjalanan kami hentikan for a while karena menunggu lek wulan, imaliters Kesamben yang saat itu sedang menjalani operasi cantengan di Puskesmas Kesamben. Setelah ditunggu beberapa lama namun tak Nampak jua, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah berbelok dari jalur utama Blitar Malang, kami langsung disuguhi pemandangan pegunungan yang eksotis sekaligus menantang. Lekak-lekuk tebing dan lereng yang curam berlantaikan permadani hijau menghampar, menyejukkan mata kami yang mungkin lelah menatap layar monitor, lelah membaca buku, maupun lelah menonton yang lain-lain gitu...  Namun, dapt dikatakn bahwa kontur jalan di daerah Doko ini jauh lebih nyaman dan aman dilewati dari pada jalanan di daerah pegunungan Kapur Selatan dengan pemandangan yang tak kalah indahnya.
Beberapa menit menyusuri jalanan dengan nuansa Puncak ala Blitar, tibalah kami di tempat tujuan utama, DALEME NING SISKA. Di situ, beberapa celotehan dengan nada mengejek sempat terlontar dari akmi. Denagn gesit pula tuan rumah menimpali celatuan kami. Semua itu mencairkan suasana yang beku, aedingin udara Doko. Tap sayang, saat itu Gus Imam kayaknya jaim banget, tidak mau mengeluarkan statemen papun. Sok cool gitu… Ah, Imaliters mesti udah pada paham maksud dan tujuan sikapnya tersebut.
Beberapa jam kami mengobrol di sana sembari menikmati hidangan, sms dari lek Wulan akhirnya dating. Ning Siska menyarankan agar lek Wulan naik bis dari Kesamben dan minta turun di Ojekan POPoh. Baru denger?? Sama. He.. He.. Ilul, sebagai orang terdekatnya kali ini bertugas menjemput leknya di Ojekan Popoh, sesuai dengan instreuksi dari sohibul bait. Beberapa menit kemudian, datanglah mereka dengan senyuman- senyuman khas ndeso. Lek Wulan tampak agak kesakitan, dengan perban di jempol kaki kirinya bekas operasi yang baru dijalaninya.
Puas ngobrol, kami hendak pamit untuk melanjutkan perjalanan. Eh, tiba-tiba ning Sika menginstruksikan kami untuk makan, katanya ini adalah masakannya sendiri. Dengan sedikit malu-malu mau, kami menuju ruang tengan rumah keluarga ning Siska yang bergaya semi Eropa, cocok untuk bersantai. Menunya bermacam-macam, ala prasmana saja. Ada sayur rebung, sayur lele, urap ( bahasa orang jakarte) atau Kulupan ( Bahasa Mblitar), soto. Minumannya es caon. Nikmat, seger… Memang Ning Siska ini jago masak. Beruntung sekali ikhwan yang akan menjadi IMAMnya.
Kenyang meyantap makan siang special, kami menunaikan ibadah sholat Dhuhur. Cewek-cewek sholat di mushola rumah ning Siska, sedangkan Cowok-cowok sholat di mushola dekat rumahnya. Sholat Dhuhur dilakukan dengan khusuk dan penuh ketenangan, setenang keadaan sekitar. ( Entah tenang atau sepi, kami juga tak tahu? He… )
Selesai sholat, kami hendak melanjutkan perjalanan tour ke kebun cengkih, kebun salak, kebun the, dll. Namun sayang, mendung yang telah berjajar di langit sejak beberapa jam lalu sudah tidak kuat lagi menahan partikel air yang dikandungnya, sehingga jatuhlah air-air itu sebagai hujan. Mau tidak mau kami harus pending sebentar. Motor diparkirkan di rumah depan. Sementara itu, kami masuk ke rumah dan menikmati kembali sisa-sisa hidangan yang masih ada. Eh, tidak disangka, ternyata dari ruang tengah keluar Ibu ning Siska membawa sekeranjang buah rambutan yang baru dipetik. Hmm.. segar nampaknya. Kami menikmati hidangan tersebut semabri menunggu hujan reda.
Dinilai reda, kami segarta keluar rumah untuk bergegas menuju ke tempat tujuan semula. Kami sekalian berpamitan kepada bapak ibu ning Siska. Rambutan yang masih kami cicipi beberapa buah tadi dibawakan juga. Ning Wulan yang dipasrahi gak-agak menolak, tapi ternyata mau juga membawanya. Motor dikeluarkan, eh ternyata hujan lagi. Gerimis, meskipun tidak terlalu deras. Sebenarnya kami ingin mberteduh kembali, tapi kami malu karena sudah terlanjur berpamitan de ngan orang tuanya. Dengan tekad bulat, lanjutkan perjalanan.
Ternyata emang nasib. Belum jauh kami melangkah, hjan semakin deras sehingga memaksa kami untuk berteduh di sebuah emperan toko. Beberap menit kemudian, kami melanjutkan pejalanan. Sialnya, hujanturaun dan semakin deras. Kami bertedu kembali. Sebagian di pinggir jalan, di tempat kios didepan KUA Doko. Sebagian lagi berteduh di depan kantor camat Doko. Yang berteduh di depan KUA akhirnya pindah pula ke KUA , tepatnya di musholla KUA gara-gara jamilah kebelet pipis. Tapi akhirnya, semua juga berteduh di KUA sekaligus sholat Ashar.
Jam setengah empat lebih, hujan benar-benar reda dan langit pun teranglah. Kami memutuskan untuk menuju ke kebun cegkih. Unfortunately, motor yang dikendarai Ilul bocor bannya. Mau tidaka mau kami harus menunggu proses tambal ban. Setelah selesai, kami lanjutkan kembali perjalanan ke kebun cengkih. Pemandangan indah selalu menjadi suguhan kami.
Sampai di kebun cengkih, jiwa-jiwa narcis langsung melompat, mengekspresikan gaya masing-masing. Sayangnya, tidak ada kamer yang dibawa. Hanya ada kamera HP Wildan dan Imam. Tapi tak apalah, yang penting sudah ada dokumentasinya, walaupun minim sekali. Puas berfose, kami harus segera turun karena sudah sore, takut keburu gelap.
Eh, ternyata emang dasar anak imalita yang suka keluyuran. Acara sehari ini belum afdal bila belum disclosing dengan makan-makan. Kali ini kami mengikuti rekomendasi dari ning Siska untuk mencoba bakso di Pandean, Wlingi. Jalan menuju tujuan tidaklah semudah yang kami lewati sebelumnya. Meskipun jalannya adalah jalan yang sama, kini kami harus ekstra hati-hati karena jalan yang kami lalui kini terkena longsoran tanah di tepi tebing, dan sebagian jalan juga amblas karena longsor ke bawah. Beberapa petugas kepolisian dibantu warga tampak mengeruk sisa-sisa longsoran. Hi, ngeri.
Setelah beberapa menit perjalanan menyusuri eksotika alam nan indah dengan suasana setelah hujan yang dingin mencekam, tibalah kami di warung bakso tujuan.  Tepatnya di sebelah barat pertigaan jalur alternative ke Malang. Sedap dan enak, ditambah segelas the hangat mampu mengusir dingin yang merasuk di tubuh, yang hamper mati membeku. Santapan bakso berakhir dan akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing. Sebelumnya kami mengantarkan ning Wulan ke tempat pemberhentian.
Selengkapnya...