Jumat, 17 Februari 2012

IMALITA Goes to DOKO

Senin, 29 Maret 2009, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Imalita mengadakan tour ke Kec. Doko. Jam Sembilan pagi, perjalanan menuju daerah sejuk di sisi timur laut Blitar itu dimulai. Lagi-lagi SMA 1 blitar menjadi tempat berkumpul bagi kami sebelum memulai perjalanan. Empat orang berangkat dari Smasa, kemudian mampir sebentar ke Dinas Pendidikan Blitar yang ada di Pojok, Garum. Sebenarnya lokasi diknas tersebut tidak jauh dari kediaman salah seorang Imaliters yang berjuluk Ima, tapi sayang dia tidak mengikuti acara tour kali ini. Saat ditanya, jawabannya seribu satu macam alas an. Tapi yang jelas, pasti ini karena soulmatenya tidak bisa ikut kali ini, krena sedang mengikuti olimpiade PTK. Siapa Dia? Siapa lagi kalau bukan xxxxx. Pasti tahu jawabannya.
Dalam tour kali ini, kami menyewa guide, the only one guide yang telah berpengalaman dan telah menyusuri seluk beluk Doko city. Dia menunggu di dekat Masjid Raya Wlingi. Setelah bertemu di jalan, kami meneruskan perjalanan. Namun, perjalanan kami hentikan for a while karena menunggu lek wulan, imaliters Kesamben yang saat itu sedang menjalani operasi cantengan di Puskesmas Kesamben. Setelah ditunggu beberapa lama namun tak Nampak jua, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah berbelok dari jalur utama Blitar Malang, kami langsung disuguhi pemandangan pegunungan yang eksotis sekaligus menantang. Lekak-lekuk tebing dan lereng yang curam berlantaikan permadani hijau menghampar, menyejukkan mata kami yang mungkin lelah menatap layar monitor, lelah membaca buku, maupun lelah menonton yang lain-lain gitu...  Namun, dapt dikatakn bahwa kontur jalan di daerah Doko ini jauh lebih nyaman dan aman dilewati dari pada jalanan di daerah pegunungan Kapur Selatan dengan pemandangan yang tak kalah indahnya.
Beberapa menit menyusuri jalanan dengan nuansa Puncak ala Blitar, tibalah kami di tempat tujuan utama, DALEME NING SISKA. Di situ, beberapa celotehan dengan nada mengejek sempat terlontar dari akmi. Denagn gesit pula tuan rumah menimpali celatuan kami. Semua itu mencairkan suasana yang beku, aedingin udara Doko. Tap sayang, saat itu Gus Imam kayaknya jaim banget, tidak mau mengeluarkan statemen papun. Sok cool gitu… Ah, Imaliters mesti udah pada paham maksud dan tujuan sikapnya tersebut.
Beberapa jam kami mengobrol di sana sembari menikmati hidangan, sms dari lek Wulan akhirnya dating. Ning Siska menyarankan agar lek Wulan naik bis dari Kesamben dan minta turun di Ojekan POPoh. Baru denger?? Sama. He.. He.. Ilul, sebagai orang terdekatnya kali ini bertugas menjemput leknya di Ojekan Popoh, sesuai dengan instreuksi dari sohibul bait. Beberapa menit kemudian, datanglah mereka dengan senyuman- senyuman khas ndeso. Lek Wulan tampak agak kesakitan, dengan perban di jempol kaki kirinya bekas operasi yang baru dijalaninya.
Puas ngobrol, kami hendak pamit untuk melanjutkan perjalanan. Eh, tiba-tiba ning Sika menginstruksikan kami untuk makan, katanya ini adalah masakannya sendiri. Dengan sedikit malu-malu mau, kami menuju ruang tengan rumah keluarga ning Siska yang bergaya semi Eropa, cocok untuk bersantai. Menunya bermacam-macam, ala prasmana saja. Ada sayur rebung, sayur lele, urap ( bahasa orang jakarte) atau Kulupan ( Bahasa Mblitar), soto. Minumannya es caon. Nikmat, seger… Memang Ning Siska ini jago masak. Beruntung sekali ikhwan yang akan menjadi IMAMnya.
Kenyang meyantap makan siang special, kami menunaikan ibadah sholat Dhuhur. Cewek-cewek sholat di mushola rumah ning Siska, sedangkan Cowok-cowok sholat di mushola dekat rumahnya. Sholat Dhuhur dilakukan dengan khusuk dan penuh ketenangan, setenang keadaan sekitar. ( Entah tenang atau sepi, kami juga tak tahu? He… )
Selesai sholat, kami hendak melanjutkan perjalanan tour ke kebun cengkih, kebun salak, kebun the, dll. Namun sayang, mendung yang telah berjajar di langit sejak beberapa jam lalu sudah tidak kuat lagi menahan partikel air yang dikandungnya, sehingga jatuhlah air-air itu sebagai hujan. Mau tidak mau kami harus pending sebentar. Motor diparkirkan di rumah depan. Sementara itu, kami masuk ke rumah dan menikmati kembali sisa-sisa hidangan yang masih ada. Eh, tidak disangka, ternyata dari ruang tengah keluar Ibu ning Siska membawa sekeranjang buah rambutan yang baru dipetik. Hmm.. segar nampaknya. Kami menikmati hidangan tersebut semabri menunggu hujan reda.
Dinilai reda, kami segarta keluar rumah untuk bergegas menuju ke tempat tujuan semula. Kami sekalian berpamitan kepada bapak ibu ning Siska. Rambutan yang masih kami cicipi beberapa buah tadi dibawakan juga. Ning Wulan yang dipasrahi gak-agak menolak, tapi ternyata mau juga membawanya. Motor dikeluarkan, eh ternyata hujan lagi. Gerimis, meskipun tidak terlalu deras. Sebenarnya kami ingin mberteduh kembali, tapi kami malu karena sudah terlanjur berpamitan de ngan orang tuanya. Dengan tekad bulat, lanjutkan perjalanan.
Ternyata emang nasib. Belum jauh kami melangkah, hjan semakin deras sehingga memaksa kami untuk berteduh di sebuah emperan toko. Beberap menit kemudian, kami melanjutkan pejalanan. Sialnya, hujanturaun dan semakin deras. Kami bertedu kembali. Sebagian di pinggir jalan, di tempat kios didepan KUA Doko. Sebagian lagi berteduh di depan kantor camat Doko. Yang berteduh di depan KUA akhirnya pindah pula ke KUA , tepatnya di musholla KUA gara-gara jamilah kebelet pipis. Tapi akhirnya, semua juga berteduh di KUA sekaligus sholat Ashar.
Jam setengah empat lebih, hujan benar-benar reda dan langit pun teranglah. Kami memutuskan untuk menuju ke kebun cegkih. Unfortunately, motor yang dikendarai Ilul bocor bannya. Mau tidaka mau kami harus menunggu proses tambal ban. Setelah selesai, kami lanjutkan kembali perjalanan ke kebun cengkih. Pemandangan indah selalu menjadi suguhan kami.
Sampai di kebun cengkih, jiwa-jiwa narcis langsung melompat, mengekspresikan gaya masing-masing. Sayangnya, tidak ada kamer yang dibawa. Hanya ada kamera HP Wildan dan Imam. Tapi tak apalah, yang penting sudah ada dokumentasinya, walaupun minim sekali. Puas berfose, kami harus segera turun karena sudah sore, takut keburu gelap.
Eh, ternyata emang dasar anak imalita yang suka keluyuran. Acara sehari ini belum afdal bila belum disclosing dengan makan-makan. Kali ini kami mengikuti rekomendasi dari ning Siska untuk mencoba bakso di Pandean, Wlingi. Jalan menuju tujuan tidaklah semudah yang kami lewati sebelumnya. Meskipun jalannya adalah jalan yang sama, kini kami harus ekstra hati-hati karena jalan yang kami lalui kini terkena longsoran tanah di tepi tebing, dan sebagian jalan juga amblas karena longsor ke bawah. Beberapa petugas kepolisian dibantu warga tampak mengeruk sisa-sisa longsoran. Hi, ngeri.
Setelah beberapa menit perjalanan menyusuri eksotika alam nan indah dengan suasana setelah hujan yang dingin mencekam, tibalah kami di warung bakso tujuan.  Tepatnya di sebelah barat pertigaan jalur alternative ke Malang. Sedap dan enak, ditambah segelas the hangat mampu mengusir dingin yang merasuk di tubuh, yang hamper mati membeku. Santapan bakso berakhir dan akhirnya kami pulang ke rumah masing-masing. Sebelumnya kami mengantarkan ning Wulan ke tempat pemberhentian.

2 komentar:

  1. catatan sebuah perjalanan kecil yang pasti tidak bisa dilupakan,,

    BalasHapus
  2. "Ilul, sebagai orang terdekatnya"???
    apa ini??

    BalasHapus