Jumat, 17 Februari 2012

Berwisata ke Pantai Prigi dan Guo Lowo

Rencana jalan-jalan ini sudah digagas sejak dua hari sebelum hari H, tanggal 3 Januari 2011. Saat itu, beberapa personel dari imalita sedang silaturahim di rumah Mbah Din, Talun, usai takziyah meninggalnya ibu Saudara kita Zaki Nam. Semoga Alloh memberikan rahmat dan maghfiroh kepada beliau.
Akhirnya, pada hari Kamis, 5 Januari 2012 kami berangkat menjalankan rencana. Dari Blitar berangkat sekitar pukul 11.00, setelah muter-muter menjemput rekan-rekan raja dan ratu Imalita. Rahmat Gumawang, sebagai yang empunya mobil sekaligus yang nyopir berangkat dari villanya di Bendosari Village bersama dengan Desinta. Aku nunggu di pertigaan X-Kol. Habis itu njemput Mila, di tempat biasa. Ya di avenue utara rumahnya. Setelah Mila terangkut, giliran Enny, di Tanggung. Kemudian jemput Adit di Sananwetan. Waduh, pokoknya muter-muter deh. Setelah selesai menaikkan penumpang di wilayah kota Blitar, mobil pun meluncur ke selatan, keluar kota. Di daerah Plosoarang utara Kali Brantas, masih ada Farhan yang akan naik. Di tempat naiknya Farhan ini, kira-kira  jam 11.00.
Dari tempat farhan, kami langsung menuju ke obyek. Kami harus melewati Kabupaten Tulungagung sebelum bisa sampai di Trenggalek, tempat obyek yang akan kami kunjungi. Di perjalanan, sempat beberapa kali hujan dengan intensitas cukup deras. Kami sempat menggerutu, namun kembali ber-possitive thinking. Biasa lah, kata Jamilah anak-anak angkatan kami tuh jadi semakin bijak setelah mendapat tempaan dalam ketidakpastian selam 3 bulan berjalan ini. Huffh…
Jam 12.05, kami sudah memasuki jalan pegunungan di daerah Tulungagung Selatan. Di derah itu, ada papan petunjuk yang menyesatkan. Akhirnya karena mobil melaju kencang, kami jadi salah jalur karena tidak bisa membaca papan petunjuk dengan jelas. Waktu itu ada jalan persimpangan. Satu naik, dan satunya turun. Tujuan Prigi seharusnya nturun, tapi kami malah naik. Setelah cari space untuk putar mobil, eh malah ketemu masjid yang besar, termasuk dalam wilayah Watulimo. Jadi kami bisa solat Dzuhur dulu. Ternyata, ada hikmahnya ya…
Usai sholat, kami lanjutkan kembali perjalanan. Dari masjid tempat kami sholat ini, masih perlu waktu sekitar 20 menit untuk sampai di pantai Prigi. Sampai di Pantai, rahmat langsung menuju pinggir pantai. Kami melewati portal masuk, ternyata tidak ada yang menjaganya. Semuanya sangat gembira dengan hal ini. Tapi sayang, ternyata kondisinya sudah berubah. Mobil tidak bisa parkir di bibir pantai. Akhirnya mobil putar dan masuk ke kawasan parkir. Di sini, ternyata ada petugasnya. Keceriaan yang tadi jadi hilang, pasalnya harus membayar Rp6.000 per orang, dan parkir mobil Rp5000. Huffh..
Pantai Prigi
Pantai Prigi menurutku cukup indah. Ombaknya cukup besar. Pantainya panjang, dengan daratan yang luas. Namun, bibir pantainya agak curam. Di bagian laut sebelum lepas pantai, ada bukit-bikit kecil yang indah, pas banget buat foto profil picture. Menurut pribadiku, pemandangan yang bagus ada di bagian barat, di lokasi perkebunan kelapa. Di sana terlihat pohon kelapa berderat rapi di pinggir pantai. Subhanallah…
Kami mencoba merasakan riak ombak pantai selatan ini. Kemudian berjalan menyusuri pantai ke arah timur, di tempat sandar kapal nelayan. Di dekat parkiran perahu, ada dua bangunan kecil seperti gardu Ronda bertuliskan alat deteksi tsunami milik Bakosurtanal, jangan diganggu. Teman-teman pada heboh dengan tulisan itu. Lalu kami berjalan ke tengah dermaga kapal ini lewat jalan yang dibuat seperti anjungan. Di sini suasananya sangat menyenangkan sekali, sampai kami menghabiskan hampir setengah jam duduk-duduk menikmati keindahan. Pastinya kami tak lupa sebuah ritual wajib, yaitu foto-foto. Tapi sayang,$20kamera adiknya Rahmat entah kenapa tidak bisa dipakai. Sedangkan kamera Imalita masih dikuasai ahmed. Jadi kami Cuma berfoto seadanya dengan kamera Hp.
Setelah puas berkeliling, saatnya shopping. Saat itu kami beli ikan tuna asap dengan harga Rp5000 per kepit, sedangkan aku juga membeli teri yang dijual Rp2.500,00 per kemasan. Kalau gurita, harganya Rp22.000,00 per Kg. Menurutku harga ikannya sangat murah, separuh harga bahkan kurang dari itu jika di bandingkan dengan harga di Blitar. Puas belanja, kami kembali ke mobil untuk melanjutkan next object.
Guwo Lowo
The next object adalah Goa lawa. Sampai di sana sekitar pukul 15.45 WIB. HTMnya sama dengan di pantai, yaitu Rp6.000,00 per kepala. Objek ini dibuka dari pukul 07.00 s.d. 17.30 WIB. Setelah sholat ashar di musholla depan objek ini, kami masuk ke tempat wisata tersebut. Pintu masuk obyek berupa jembatan gantung dengan pemandangan sungai yang menawan, sungai yang jernis dengan batu cadas yang besar-besar. Di sini, kami disambut dengan tembang Jawa “Aja Lamis” yang diaransemen Bossanova. Hmm, syahdu.  
Dekat pintu masuk, kita akan disambut dengan patung manusia bertubuh keleawar, yang bertuliskan sri ratu lowo. Selanjutnya di kanan kiri jalan juga banyak di temui patung-patung sejenis ini, dan batu-batu yang memiliki sebuah wujud tertentu, salah satunya wujud kura-kura. Untuk mencapai mulut gua, kita harus naik tangga dulu, kemudian turun dengan kondisi turunan yang tajam. Bagi yang jarang banget hiking atau minimal jogging, akan sangat ngos-ngosan. Bahkan saat itu kami dengar ada pengunjung yang mengatakan “wah, bobotku bisa berkurang 5 Kg nih”. Namun, bagi yang biasa jogging, tracknya sangat biasa dan pendek. Nggak terlalu berat pokoknya.
Kondisi dalam gua cukup indah, nggak sia-sia dengan HTM yang harus kami bayar. Ada banyak stalagtit dan stalgmit yang berukiran khas, dan ada pula yang berukirkan seperti sesuatu. Ada yang halus, ada yang seperti karang, ada yang seperti egg tray (jawa: etre endog). Kalau yang mirip sesuatu, di sana ada tulisannya. Salah satunya batu telunjuk, karena mirip dengan telunjuk. Tapi, ada satu batu yang belum dinamai, ini yang menemukan Rahmat. Katanya batu yang ia lihat mirip ANUnya. Dan memang benar, kondisinya seperti itu. Hahaha… Puas dari gua, kami beranjak pulang setelah shopping salak di sepanjang jalan keluar. Salak pondoh di sini harganya Rp3.000,00 per Kg.
Di perjalanan pulang, kami disuguhi pemandangan eksotis. Lengkungan nidji, alias kuwung alias pelangi di langit Tulungagung. Subhanalloh, hari yang indah. Setelah itu, kami mampir sholat maghrib di masjid KUA Sumbergempol. Jadi ingat dulu waktu main ke Doko, sholat Dhuhurnya juga di masjid KUA, ternyata ada yang jadian nikah, yaitu Mas Imam Sholikin dan Mbak Siska Maharani. Sekarang, siapa ya yang nanti jadian? (kita tunggu saja). Usai sholat, kami melanjutkan perjalanan lagi kemudian mampir di warung bakso solo di daerah Kademangan. Hmm… lumayan buat ngganjal perut karena sejak siang belum makan.
Selesai dinner, kami pulang. Rahmat nganter satu per satu. Urutan turunnya: Farhan, Adit, Enny, jamilah, Aku, Desinta sampai di perempatan Kawedusan, dan tentunya Rahmat ke rumahnya dan mengistirahatkan mobilnya di garasi. MATUR SUWUN banget buat RAHMAT GUMAWANG dan keluarga. Bayangin aja, udah mobilnya punya dia, terus njemput dan nganterin anak-anak satu per satu (padahal si doi pas gak ikut), habis itu GRATISan lagi. Sering-sering aja yah… Gratis Gratis… Gratis Gratis….  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar