Jumat, 17 Februari 2012

Imalita Mbolang nyang Pangi (15 Juni 2010)


Elastis, atau lebih tepatnya molor seperti karet, begitulah kebiasaan anak-anak Imalita saat sudah di kampoeng  Blitar Raya tercinta. Kebiasaan ini sangat bertentangan kebiasaan di kampus yang selalu on time saat masuk kuliah, apalagi saat ujian. Tapi ternyata, kebiasaan baik di kampus ini tidak juga di bawa ke kampung halaman, yah begitulah.
Jam  Sembilan pagi, beberapa orang yang kemarin sudah konfirmasi via SMS ke Rahmat, korlak TO 2010 sudah datang dan berkumpul di gerbang sebelah barat SMA tercinta, SMASA Blitar Jaya. Tampak di antara kumpulan orang yang bercakap-cakap saat itu beberapa wajah alumni yang baru lulus tahun 2009 ini. Mas Subhan, dengan tubuhnya yang kekar khas pemain bola, Nampak tersenyum-senyum. Manis senyumnya, bak bulu merak jantan yang memikat merak betina, tapi sayang dia bukan merak dan ini bukan kebun binatang, so gak jadi deh…  Alumnnus yang lain yaitu mbak Ika, kali ini tampil dengan pashmina yang berwana dominan hitam  tampak seperti ibu haji, begitu kata Royan, anak didik Catur Aji lulusan 2009.
Bebrapa menit kemudian, setelah cukup melakukan live chatting, squad Imalita berangkat ke tempat tujuan, yaitu pantai Pangi yang terletak di kecamatan Bakung, di daerah pegunungan kapur selatan kabupaten Blitar. Semua berboncengan. Ilul dengan adit, Zainal dengan Jamilah,… Motor mulai digas, melaju kea rah selatan melewati jalur Kademangan. Jalur yang ditempuh sama dengan jalur menuju tempat wisata pantai Tambak Rejo, hanya saja saat sudah hampir sampai, jalur ke Pangi belok kanan. Di tengah perjalanan antara SMASA  dan Kali Brantas, beberapa orang mampir membeli minuman motor, dan menyahut  Farhan yang ternyata sudah standby di pinggir jalan.  
Jalur ke selatan ini melalui trek pegunungan kapur yang menanjak menaiki bukit dan menuruni lembah-lembah yang curam. Di kiri kanan jalan kita disuguhi pemandangan yang indah. Mulai dari sawah yang berundak, ladang, kebun, ngarai, sampai pemandanagan penggembalaan sapi dan kerbau yang dilepas begitu saja, membuat heran para Imaliters. Perjalanan naik turun gunung ternyata makan waktu hampir satu jam, memakan  tenaga yang banyak dan membuat perut ini keroncongan, yang mengakibatkan badan ini agak lemas. Naik turun bukit perlu keahlian mengendarai motor agar motor tidak terhenti dan kembali menurun. Jalan berkelok-kelok yang dipagari pepohonan dan pemandangan indah melepaskan bundelan-bundelan stess dalam pikiran ini yang telah mengendap, mengkristal bebdrapa minggu karena  menjalani UAS. Semua lepas, menguap, dan menyisakan keasyikan dalam buaian hangatnya kebersamaan. Sayang, kebersamaan ini tidak lengkap karena Imaliters tingkat I tidak ada yang ikut, kecuali Qori, itupun berangkatnya tidak bersamaan dan dia hanya asyik berduaan dengan bawaannya. Tak tahulah mengapa tingkat I ini tidak mau ikut, tidak juga mereka memberi alas an yang jelas dan logis, begitu kata Rahmat yang lagi dekat dengan Ima. Kata Bu Jamilah, ketidakhadiran mereka sangat disayangkan karena sebenarnya acara seperti ini adalah sarana untuk lebih mengompakkan sesame anggota, agar saat ada even atau ada sesuatu yang urgent, sudah tercipta rasa solidaritas yang tinggi antar sesama Imaliters.
Seperempat jam sebelum jalan aspal habis, sudah terlihat laut lautan luas yang biru menghampar. Dari atas bukit terakhir yang didaki,  sudah dapat dilihat laut biru tanpa batas, yaitu samudera Hindia. Jika dilihat dari atas bukit, tampak bahwa laut yang terbentang tersebut seolah-olah melampaui tingginya bukit. Tampak dari kejauhan ombak yang bergulung-gulung sangat tinggi menghempas karang-karang di tepi pantai.
Jalan aspal berakhir setelah  turunan yang curam. Kami sempat berdebat mengenai apakah motor akan dititipkan di parkiran di samping aspal terakhir tadi atau mau dibawa sampai ke pantai. Akhirnya, kami sepakat untuk membawa motor ke pantai. Dan, inilah awl dari tantangan offroad. Jalan yang harus dilewati adalah sebuah lembah dengan tebing  berderajat 45 lebih. Di dasar lembah ada sungai air tawar yang alirannya cukup deras, sungai ini pada akhirnya bercampur dengan air laut membentuk danau muara air payau yang terletak di sebelah timur pantai Pangi. Jalanan yang dilewati sangatlah ekstrim . Jalannya berupa tanah yang agak liat, sangat licin, dan tepat di sampingnya ada jurang yang sangat dalam. Mengendara motor di sini harus ekstra hati-hati karena sangat rawan terpeleset.
Sekitar sepuluh menit menyusuri trek offroad yang begitu menantang ini, tibalah kami di pantai. Subhanllah, sungguh indah pantai ini. Namun sayang, di sana-sini banyak sampah berserakan yang membuat kecantikan pantai ini tidak bisa dinikmati sepenuhnya. Sampai di tujuan, kami segera merasakan alunan ombak yang lembut menyapu jari-jemari kaki kami. Haska, Subhan, Fafa, Kake segera menceburkan diri  ke laut dan berenang-renang seperti berang-berang saja. Yang lain hanya berbasah-basah ria, berlari-lari di tepi pantai, dan tentu saja berfoto-foto ria.
Saat itu air laut sudah mulai pasang, ombak menderu-deru, tingginya sampai dua meter lebih. Kami sempat terlena. Kami menaruh sandal di tempat yang tinggi, namun masih dekat dekat mulut pantai. Saat ombak besar menerjang, tempat menaruh sandal tersebut terhempas ombak, dan raiblah sandal kami. Untungnya, ombak tidak membawa sandal-sandal kami ke tengah laut, namun malah memasukkannya ke genangan air yang menjadi seperti rawa-rawa payau di celah-celah bukit. Kelihatannya airnya dangkal, ternyata dalam sekali setelah diceburi. Akhirnya, sandal-sandal kami bisa diselamatkan semuanya dengan perjuangan super hero Subhan.
Setelah puas menikmati ombak dan berfoto-foto, kami membersihkan diri. Kamar mandi dengan air tawar ada di sebelah barat, di bawah tebing-tebing karang yang indah menjulang. Di sana, kami membersihkan tubuh dari asinnya air laut. Makan sn`ck adalah sebuah kewajiban dalam setiap even yang diadakan oleh Imalita. Ya jelas lah, ini kan salah satu poin yang paling ditunggu oleh Imaliters, yang juga sekaligus untuk mengakrabkan antara satu anggota dengan yang lainnya.
Puas ngobrol sambil menghahabiskan snack, kami bergegas pulang . Tidak lupa membayar parkir, di sana harga tiket parkir Rp2.000,00. Trek offroad dimulai kembali, bebrapa orang sempat gagal mendaki  tanjakan pertama. Ini karena tanjakan nya sangat tajam, lebih dari 45 derajat dan jalannya berbatu, sangat licin. Jika berboncengan, turunkan boncengannya agar bisa melewati trek ini dengan selamat. Perjalanan pulang lebih ringan dari pada perjalanan ke pantai. Pasalnya, lebih banyak turunan dari pada  tanjakan. Namun harus hati-hati, jangan sampai kecepatan terlalu tinggi karena bisa terlepas dari lintasan. 
Di tengah perjalanan, Karena waktu Dhuhur sudah sangat terbatas, kami mampir di masjid Tuliskriyo untuk sholat dan beristirahat sejenak. Tapi, ada suatu kabar yang memicu solidaritas Imaliters. Aditya Akhmadi, Imaliters dari Sananwetan mendapat kabar dari pak Yosep, dosen pajaknya, yang menyatakan bahwa Senin , 22 Maret 2010 dia harus sudah sampai di Jakarta untuk mengikuti remedial mata kuliah Perpajakan II. Semangat Kawan, kami mendukungmu!
Perjalanan dimulai kembali walau Adit kini tidak bisa mengikuti next destination, yang juga the last destionation, yaitu bakso gangsar selatan terminal. Sembari mengintip pagar KPP yang mungkin menjadi tempat kerja kami nanti, kami menikmati hidangan bakso dan es degan yang sangat lezat dan tambah lezat lagi karena gratisan. Susana hangatnya kebersamaan tercipta di tengah keasyikan ini. Emang, suasana dalam dunia Imaliters akan cepat cair saat makan-makan. Dasar kemalan badhokan, he.. Makan- makan ini adalah acara penutup dari kegiatan Imalita goes to pangi. Harapannya, kebersamaan ini akan tetap terpelihara sampai kapan pun juga, terutama saat sudah menjadi pejabat nanti. (Z@1N4L) 

1 komentar:

  1. Nice story :)

    Kemaren ke blitar cuma sempet berkunjung ke Pantai Tambak Rejo aja. Kayaknya lebih keren Pantai Pangi ya...

    Salam kenal, jika berkunjung balik ya...

    www.lajurpejalan.com

    BalasHapus