Jumat, 28 Desember 2012

Air Bersih Itu Masih Sulit


          Tidak semua orang beruntung mendapatkan air bersih dengan mudah. Ada sebagian saudara kita yang merasakan sulitnya mendapatkan air bersih. Sebagai contoh, penduduk yang tinggal jauh di pedalaman Lampung. Mereka harus berjuang dan bersusah payah untuk mendapatkan air untuk mencuci, mandi, dan memasak atau pun untuk minum.

Desa Karya Maju
Salah satu desa yang merasakan hal ini adalah Desa Karya Maju. Desa ini secara administratif terletak pada Kecamatan Rebang Tangkas, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung. Dan secara geografis, desa yang merupakan penghasil kopi ini terletak di pegunungan bukit barisan. Karenanya, kondisi alam di daerah ini berbukit-bukit dengan jalan yang menanjak dan menurun, serta jurang-jurang yang terjal.
Jalan Berbatu
Di desa ini, penduduk harus berjalan menuruni bukit dengan jalan bebatuan yang licin untuk mendapatkan air di sungai yang mengalir melintasi desa mereka. Sungai inilah yang menjadi urat nadi kehidupan mereka.

Sumur yang keruh
Sebenarnya ada beberapa penduduk yang mencoba membuat sumur untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Namun sayang, air yang keluar dari sumur tersebut sangat kotor dan keruh, seperti air comberan. Hal ini karena tanah di tempat tersebut sangat rapuh sehingga sumur galian sering ambrol. Karena itu, sumur tidak bisa dibuat lebih dalam sehingga airnya bercampur dengan rembesan dan aliran air hujan dari atas permukaan tanah.
Sumur Keruh
Dengan kondisi yang keruh tersebut, kebanyakan warga tidak menggunakan air sumur ini. Warga yang tidak mau menggunakan air sumur ini beralih menggunakan air sungai yang lebih jernih. Walaupun begitu, tetap ada warga yang menggunakan air sumur ini untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya adalah keluarga Madin (55), mereka tetap menggunakan air sumur dengan alasan lebih dekat dari rumah, tidak usah turun bukit mencari air di sungai. Menurutnya, khusus untuk memasak atau minum, air yang keruh ini harus didiamkan dulu beberapa malam agar kotorannya mengendap, baru siap dikonsumsi. Namun keluarga Madin ini terkadang juga masih ke sungai untuk mengambil air terutama untuk masak, walaupun tidak sesering penduduk yang lain.

Kali Sungsang
Sungai yang berada di ujung timur desa Karya Maju ini menjadi tumpuan hidup sebagian besar warga desanya. Sungai yang disebut sebagai Kali Sungsang ini adalah alternatif bagi warga yang tidak mau menggunakan air sumur yang keruh. Sungai ini terletak di lembah, dengan jarak ratusan meter dari kampung penduduk. Jalur yang harus dilalui adalah jalan berbatu yang sangat licin ketika hujan, dengan kontur lereng bukit yang cukup curam.
Kali Sungsang
Setiap hari warga menggunakan air kali ini sebagai sumber kehidupan mereka. Air dari kali ini digunakan untuk minum, memasak, mencuci, dan mandi. Untuk cuci, mandi, dan buang air besar, warga melakukannya langsung di kali tersebut.
Menurut penuturan Karten (60), dirinya harus ke sungai setiap hari minimal dua kali. Pagi harinya untuk mandi sekalian mencuci pakaian, dan sore hari untuk mandi lagi. Sedangkan menurut Wasbir (30), dia rutin ke sungai untuk mandi dan mengambil air. Untuk keperluan mandi, dia mengajak serta istri dan anaknya yang masih balita untuk mandi secara bersama-sama. Warga juga menggunakan sungai tersebut untuk tempat mencuci motor, bahkan truk atau mobil bak terbuka.  
Sebenarnya, air kali sungsang ini juga tidak terlalu jernih untuk ukuran normal air. Dari pengamatan saya, air Kali Sungsang ini agak keputih-putihan, seperti tercampur kapur. Bahkan  ketika hujan, airnya juga menjadi agak keruh. Meskipun begitu, air kali ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan air sumur yang lebih kotor.

Jerigen Air
Untuk kebutuhan minum dan memasak, kebanyakan penduduk mengambil air Kali Sungsang dengan jerigen. Mereka mengisi jerigen air saat ke sungai. Setiap rumah minimal punya 10 jerigen untuk persediaan air, yang nantinya digunakan untuk berwudlu, cebok setelah buang air kecil, juga untuk masak dan minum. Khusus untuk masak dan minum, warga harus menunggu mengendapnya lumpur atau kapur yang ikut terbawa dalam jerigen, terutama jika air diambil saat musim hujan.
Jerigen stock air

Jika ditarik sebuah kesimpulan, dapat dikatakan bahwa sumber masalah dari penduduk Karya Maju adalah kelangkaan air bersih. Air sumur mereka sangat kotor, sehingga tidak layak konsumsi. Karena itu, warga lebih memilih air sungai yang lebih bersih, walaupun kadang masih bercampur lumpur atau kapur. Kondisi air yang kurang memenuhi standar kesehatan ini, dikhawatirkan mengganggun kesehatan penduduk.
Sebenarnya, andai penduduk di sana bisa mendapatkan air yang jernih dari sumur mereka, maka permasalahannya sudah terpecahkan. Mereka tidak akan lagi harus pergi ke kali Sungsang yang cukup jauh demi mencari air bersih. Selain itu, jika mereka bisa mendapatkan air yang lebih bersih lagi, tentunya standar kesehatan mereka akan meningkat.


Selengkapnya...

Jumat, 17 Februari 2012

Laporan Perjalanan Rombongan Wisuda Imalita 2011


Pra-acara
            Hunting bus untuk rombongan wisuda sangat melelahkan. Pertama kalinya, Rahmat memberikan satu tempat yang mempunyai bis untuk di carter. Ternyata, yang dimiliki hanya bis kecil dengan kapasitas 29, 31, atau 34 dengan sewa 6,5 Juta untuk empat hari. Awalnya sih cukup untuk mengangkut rombongan, namun karena jumlah peserta meningkat, bis tidak memadai. Akhirnya, harus mencari bis besar dengan kapasitas 40 – 45 orang. FYI: bis kapasitas 45 dengan yang 60 orang harganya mayoritas sama, namun stocknya lebih banyak yang kapasitas 60, sehingga seringkali bis isi 45 lebih mahal. (ingat: semakin sedikit barang, penawaran akan menjadi lebih tinggi harganya).
Survey telah kami lakukan ke beberapa tempat, di antaranya:
1.      Sumber Jaya-Blitar dan Tanjung Transport-Blitar, hanya punya bis cap: 34, harga 6,5 Jt.
2.      Bimario-Srengat, hanya ada bis cap: 60, harga 8,0 Jt, tapi bisnya Hino, gak nyaman.
3.      Harapan Jaya-Tulungagung, harga netto 10,4 Jt, exclude parkir dan toll.
4.      Perdana-Tulungagung harga netto 9,0 Jt stock limited, fully booked.
5.      Barokah-Kediri, harga netto 10 Jt, exclude uang tips sopir.
6.      Duta Gemilang-Nganjuk, harga netto 9 Jt, ditawar jadi 8,5 Jt, include all over.
 Akhirnya, PO yang terakhir inilah yang menjadi pilihan, karena paling murah dengan kualitas yang setara. Ingat prinsip anggaran: Ekonomis, Efisien, Efektif.

Hari Pelaksanaan
Senin, 10 Oktober 2011
Rombongan dijadwalkan berangkat dari Blitar pada hari Senin, 10 Oktober 2011 pukul 16.00. Namun saat itu ada keterlambatan yang sangat menjengkelkan. Saya sudah mewanti-wanti sopir bisnya agar datang ke tempat saya jam 3 sore. Namun baru datang jam 5 sore. Semua kekesalan sudah saya luapkan kepada kru, baik secara langsung maupun via telepon. Itupun, saat sampai di tempat saya, ada kerusakan sedikit di pintu belakang, katanya otomatisnya rusak sehingga harus diperbaiki. Hal ini membuat Jamilah sekeluarga yang mau nyegat di Jalan Kalibrantas, dan teman-teman yang menunggu di SMA 1 Blitar jengkel dan resah. (I’m so sorry).
Akhirnya rombongan berangkat dari SMA 1 Blitar Pukul 19.00 (molor 3 Jam).
            Keberangkatan diawali dengan doa bersama yang dibuka oleh Sdri. Jamilah dan dipimpin oleh bapakku. Dengan perasaan masih jengkel, rombongan pun berangkat. Tapi karena kru bisnya sangat baik dan pandai merayu, akhirnya kejengkelan ini pun luluh…. Pemberhentian pertama di jalan dekat rumah Ilul untuk ngangkut Ibu Stndari (ibuke Wildan), Ilul dan Galih sekeluarga.
Pemberhentian selanjutnya di pom bensin Nganjuk. Dari sini sudah banyak rombongan yang mulai tertidur. Sekitar jam 11 malam, rombongan berhenti di rumah makan daerah Ngawi. Di sini kami melakukan sholat Isya’, dan ngopi-ngopi bagi yang mau. Setelah puas, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Setangah jam dari rulah makan, bis berhenti di tangah hutan. Ternyata, kru bis menaikkan kurungan burung (titipan orang).
Selasa,  
Pagi hari, sekitar jam 5 pagi rombongan berhenti di rumah makan daerah Kendal, Jawa Tengah. Di sini kami melakukan sholat Subuh dan sarapan. Rombongan kembali berangkat jam 6 pagi. Dalam rute kali iini, kami disuguhi pemndangan pegunungan nan eksotis jalur Pantura. Di tengah perjalanan, kru bis menawarkan apakah rombongan menghendaki mandi atau tidak. Kalau iya, akan mampir di rumah makan dengan kamar madi yang banyak. Ternyata pada gak mau. Akhirnya, sekitar jam 9 bis berhenti di sebuah pom bensin. Di situ, ada yang ke toilet (banyak banget), dan yang lain turun membuka bekal. Walhasil, di pom in ibis ngetem hampir sejam.
Siang harinya, ternyata masih ngetem lagi dengan waktu yang lebih lama di rumah makan daerah Indramayu, Jawa Barat. Di sini sekitar jam 12an, sekalian sholat Dzuhur dan makan siang buat yang udah laper. Malah banyak yang mandi, jadi berhentinya lama. Di rumah makan ini, kru bis memeriksa barang titipan di bagasi bis yang berupa ikan hias. Kata mereka, banyak yang klenger gara-gara kekurangan oksigen. Mereka berusaha mengatasi kondisi ini, tapi tampaknya kesulitan. Akhirnya, masalah merka beres setelah mendapat bantuan dari tenaga ahli perikanan, yang tidak lain adalah Bapak Ali, bapak dari sdr. Ilul.
Dengan seringnya berhenti lama, rombongan baru sampai di Bintaro jam 4 sore. Dalam perjalanan ke Bintaro, Mila sekeluarga turun di tol Grandwisata Cibubur. Setelah semua rombongan turun dari bis, bis parkir di lapangan F Kampus STAN.

Rabu, 12 Oktober 2011
            Rombongan berangkat pukul 5.30 dari depan Kampus STAN.*Dari kampus, ternyata hanya bis rombongan kami yang berangkat ke tempat wisuda. Bis rombongan wisuda yang lain tidak parkir di kampus, nggak seperti tahun-tahun sebelumnya. Pagi ini kami mendapat tambahan penumpang yang khusus PP JCC-Kampus. Kita harus berterim kasih kepada Sdr. Farhan, yang telah berhasil mencari tambahan penumpang untuk bis kita. Pagi itu jalanan belum macet, sehingga belum sampai jam 7 kami sudah sampai di JCC, halaman belakang. Kami terpaksa turun di sini karena jika turun di parkiran, akan menunggu lama sebab kemacetan mob il yang parah.
            Dari acara wisuda, kami berangkat pulang ke Bintaro sekitar jam setengah 3. Saat itu, saya berniat melewatkan bis ke Veteran dengan tujuan agar langsung lewat depan BP, sehingga bisa menurunkan rombongan yang menginap di Hotel BP. Namun sayang, ternyata bis terlalu tinggi untuk melintas di bawah rel kereta api, sehingga harus putar balik lewat jalan tol. Akhirnya jam 16.30 baru sampai di kampus.  
Kamis, 13 Oktober 2011
            Hari ini kami akan melakukan wisata ke Monumen Nasional (Monas) dan Istiqlal. Yah, mumpung lagi di Jakarta, kami harus mengajak orang-orang kampong biar pada tahu monas dan Istiqlal, yang menjadi ikon Jakarta. Kami berangkat dari kampus jam 9 pagi, molor satu jam dari jadwal. Tapi ya maklum lah.
            Kami berwisata di Monas sampai dengan jam 1 siang, baru kemudian ke istiqlal. Kami berangkat pulang sekitar jam 2 siang. Saat itu kru bis menwarkan untuk shopping di ITC Cempaka Mas, tapi tidak ada yang mau, mungkin karena sudah kecapekan jalan-jalan. Akhirnya bis langsung masuk ke tol dan berangkat pulang. Untuk mengganti shopping di ITC Cempaka Mas, kami diberhentikan di pusat oleh-oleh di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Di sini ada dodol, peuyeum, dll. Sepertinya banyak yang beli di sini.
Dari tempat shopping ini, bis kembali berangkat sekitar jam setengah 6. Belum lama berjalan, di pertigaan ada beberapa remaja yang menjajakan oleh-oleh dodol, korma, dll. Mereka mengatakan bahwa harga lebih murah kerena asli dari produsen dengan kualitas yang sama dengan yang di toko. Ternyata, banyak pula yang terbujuk, sehingga pada beli. Setelah penjaja itu turun, beberapa ada yang membuka dan jengkel, karena merasa diapusi. Hahaha, maklumlah ibu-ibu. Yo wis pancen rejekine sing bakul….
Selama perjalanan pulang, kami berhenti di RM derah Pekalongan (sholat Maghrib ta’khir dan Isya’), kemudian di Pom Bensin Boyolali (sholat Subuh), dan terakhir rumah makan Nuruh Huda, Sragen (sarapan). Kami sampai di Blitar sekitar jam 1 siang dengan keadaan selamat.
Alhamdulillah, sungguh perjalanan yang menyenangkan. Bisa berkumpul semua, saling berkenalan, membagi kebahagiaan bersama keluarga tercinta. Sungguh kebersamaan yang indah. Belum tentu kita akan merasakan perjalanan seperti ini di lain hari.  
           
Laporan Penggunaan Dana
Total Pemasukan


9,310,000





Pengeluaran



1
Biaya Carter Bis

8,500,000

2
Biaya Penyesuaian Tarif Tol
100,000

3
Konsumsi Crew Bis:




Air mineral berangkat
7,500



makan malam tgl 12 Okt
32,000



Snack
10,000



Sarapan tgl 13 Okt
12,000



Aqua tgl 13 Okt
8,000



Rokok
22,000
91,500

4
Iuran kebersihan satpam

100,000

5
Konsumsi sebelum wisuda
379,000

6
Air mineral 2 Dus

36,000

7
Print-print dan FCP

8,000

8
Pulsa komunikasi

22,000

9
Transport (bensin)

10,000


ToTal


9,246,500

Sisa


63,500

Distribusi Sisa:


1
Makan-makan dari Wisata di Prigi
51,000

2
Amal Jariyah ke Masjid

12,500
63,500

SalDo Akhir



0

Selengkapnya...

Berwisata ke Pantai Prigi dan Guo Lowo

Rencana jalan-jalan ini sudah digagas sejak dua hari sebelum hari H, tanggal 3 Januari 2011. Saat itu, beberapa personel dari imalita sedang silaturahim di rumah Mbah Din, Talun, usai takziyah meninggalnya ibu Saudara kita Zaki Nam. Semoga Alloh memberikan rahmat dan maghfiroh kepada beliau.
Akhirnya, pada hari Kamis, 5 Januari 2012 kami berangkat menjalankan rencana. Dari Blitar berangkat sekitar pukul 11.00, setelah muter-muter menjemput rekan-rekan raja dan ratu Imalita. Rahmat Gumawang, sebagai yang empunya mobil sekaligus yang nyopir berangkat dari villanya di Bendosari Village bersama dengan Desinta. Aku nunggu di pertigaan X-Kol. Habis itu njemput Mila, di tempat biasa. Ya di avenue utara rumahnya. Setelah Mila terangkut, giliran Enny, di Tanggung. Kemudian jemput Adit di Sananwetan. Waduh, pokoknya muter-muter deh. Setelah selesai menaikkan penumpang di wilayah kota Blitar, mobil pun meluncur ke selatan, keluar kota. Di daerah Plosoarang utara Kali Brantas, masih ada Farhan yang akan naik. Di tempat naiknya Farhan ini, kira-kira  jam 11.00.
Dari tempat farhan, kami langsung menuju ke obyek. Kami harus melewati Kabupaten Tulungagung sebelum bisa sampai di Trenggalek, tempat obyek yang akan kami kunjungi. Di perjalanan, sempat beberapa kali hujan dengan intensitas cukup deras. Kami sempat menggerutu, namun kembali ber-possitive thinking. Biasa lah, kata Jamilah anak-anak angkatan kami tuh jadi semakin bijak setelah mendapat tempaan dalam ketidakpastian selam 3 bulan berjalan ini. Huffh…
Jam 12.05, kami sudah memasuki jalan pegunungan di daerah Tulungagung Selatan. Di derah itu, ada papan petunjuk yang menyesatkan. Akhirnya karena mobil melaju kencang, kami jadi salah jalur karena tidak bisa membaca papan petunjuk dengan jelas. Waktu itu ada jalan persimpangan. Satu naik, dan satunya turun. Tujuan Prigi seharusnya nturun, tapi kami malah naik. Setelah cari space untuk putar mobil, eh malah ketemu masjid yang besar, termasuk dalam wilayah Watulimo. Jadi kami bisa solat Dzuhur dulu. Ternyata, ada hikmahnya ya…
Usai sholat, kami lanjutkan kembali perjalanan. Dari masjid tempat kami sholat ini, masih perlu waktu sekitar 20 menit untuk sampai di pantai Prigi. Sampai di Pantai, rahmat langsung menuju pinggir pantai. Kami melewati portal masuk, ternyata tidak ada yang menjaganya. Semuanya sangat gembira dengan hal ini. Tapi sayang, ternyata kondisinya sudah berubah. Mobil tidak bisa parkir di bibir pantai. Akhirnya mobil putar dan masuk ke kawasan parkir. Di sini, ternyata ada petugasnya. Keceriaan yang tadi jadi hilang, pasalnya harus membayar Rp6.000 per orang, dan parkir mobil Rp5000. Huffh..
Pantai Prigi
Pantai Prigi menurutku cukup indah. Ombaknya cukup besar. Pantainya panjang, dengan daratan yang luas. Namun, bibir pantainya agak curam. Di bagian laut sebelum lepas pantai, ada bukit-bikit kecil yang indah, pas banget buat foto profil picture. Menurut pribadiku, pemandangan yang bagus ada di bagian barat, di lokasi perkebunan kelapa. Di sana terlihat pohon kelapa berderat rapi di pinggir pantai. Subhanallah…
Kami mencoba merasakan riak ombak pantai selatan ini. Kemudian berjalan menyusuri pantai ke arah timur, di tempat sandar kapal nelayan. Di dekat parkiran perahu, ada dua bangunan kecil seperti gardu Ronda bertuliskan alat deteksi tsunami milik Bakosurtanal, jangan diganggu. Teman-teman pada heboh dengan tulisan itu. Lalu kami berjalan ke tengah dermaga kapal ini lewat jalan yang dibuat seperti anjungan. Di sini suasananya sangat menyenangkan sekali, sampai kami menghabiskan hampir setengah jam duduk-duduk menikmati keindahan. Pastinya kami tak lupa sebuah ritual wajib, yaitu foto-foto. Tapi sayang,$20kamera adiknya Rahmat entah kenapa tidak bisa dipakai. Sedangkan kamera Imalita masih dikuasai ahmed. Jadi kami Cuma berfoto seadanya dengan kamera Hp.
Setelah puas berkeliling, saatnya shopping. Saat itu kami beli ikan tuna asap dengan harga Rp5000 per kepit, sedangkan aku juga membeli teri yang dijual Rp2.500,00 per kemasan. Kalau gurita, harganya Rp22.000,00 per Kg. Menurutku harga ikannya sangat murah, separuh harga bahkan kurang dari itu jika di bandingkan dengan harga di Blitar. Puas belanja, kami kembali ke mobil untuk melanjutkan next object.
Guwo Lowo
The next object adalah Goa lawa. Sampai di sana sekitar pukul 15.45 WIB. HTMnya sama dengan di pantai, yaitu Rp6.000,00 per kepala. Objek ini dibuka dari pukul 07.00 s.d. 17.30 WIB. Setelah sholat ashar di musholla depan objek ini, kami masuk ke tempat wisata tersebut. Pintu masuk obyek berupa jembatan gantung dengan pemandangan sungai yang menawan, sungai yang jernis dengan batu cadas yang besar-besar. Di sini, kami disambut dengan tembang Jawa “Aja Lamis” yang diaransemen Bossanova. Hmm, syahdu.  
Dekat pintu masuk, kita akan disambut dengan patung manusia bertubuh keleawar, yang bertuliskan sri ratu lowo. Selanjutnya di kanan kiri jalan juga banyak di temui patung-patung sejenis ini, dan batu-batu yang memiliki sebuah wujud tertentu, salah satunya wujud kura-kura. Untuk mencapai mulut gua, kita harus naik tangga dulu, kemudian turun dengan kondisi turunan yang tajam. Bagi yang jarang banget hiking atau minimal jogging, akan sangat ngos-ngosan. Bahkan saat itu kami dengar ada pengunjung yang mengatakan “wah, bobotku bisa berkurang 5 Kg nih”. Namun, bagi yang biasa jogging, tracknya sangat biasa dan pendek. Nggak terlalu berat pokoknya.
Kondisi dalam gua cukup indah, nggak sia-sia dengan HTM yang harus kami bayar. Ada banyak stalagtit dan stalgmit yang berukiran khas, dan ada pula yang berukirkan seperti sesuatu. Ada yang halus, ada yang seperti karang, ada yang seperti egg tray (jawa: etre endog). Kalau yang mirip sesuatu, di sana ada tulisannya. Salah satunya batu telunjuk, karena mirip dengan telunjuk. Tapi, ada satu batu yang belum dinamai, ini yang menemukan Rahmat. Katanya batu yang ia lihat mirip ANUnya. Dan memang benar, kondisinya seperti itu. Hahaha… Puas dari gua, kami beranjak pulang setelah shopping salak di sepanjang jalan keluar. Salak pondoh di sini harganya Rp3.000,00 per Kg.
Di perjalanan pulang, kami disuguhi pemandangan eksotis. Lengkungan nidji, alias kuwung alias pelangi di langit Tulungagung. Subhanalloh, hari yang indah. Setelah itu, kami mampir sholat maghrib di masjid KUA Sumbergempol. Jadi ingat dulu waktu main ke Doko, sholat Dhuhurnya juga di masjid KUA, ternyata ada yang jadian nikah, yaitu Mas Imam Sholikin dan Mbak Siska Maharani. Sekarang, siapa ya yang nanti jadian? (kita tunggu saja). Usai sholat, kami melanjutkan perjalanan lagi kemudian mampir di warung bakso solo di daerah Kademangan. Hmm… lumayan buat ngganjal perut karena sejak siang belum makan.
Selesai dinner, kami pulang. Rahmat nganter satu per satu. Urutan turunnya: Farhan, Adit, Enny, jamilah, Aku, Desinta sampai di perempatan Kawedusan, dan tentunya Rahmat ke rumahnya dan mengistirahatkan mobilnya di garasi. MATUR SUWUN banget buat RAHMAT GUMAWANG dan keluarga. Bayangin aja, udah mobilnya punya dia, terus njemput dan nganterin anak-anak satu per satu (padahal si doi pas gak ikut), habis itu GRATISan lagi. Sering-sering aja yah… Gratis Gratis… Gratis Gratis….  
Selengkapnya...